SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MUSIK KERONCONG, MUSIK RAKYAT ASLI INDONESIA

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MUSIK KERONCONG, MUSIK RAKYAT ASLI INDONESIA

Masa pendudukan Portugis ke pulau Jawa bermula pada abad ke 12, di Pelabuhan Marunda – Sunda Kelapa. Mereka juga membawa cikal-bakal musik ...

Selasa, 30 November 2010

MPR: SBY Harus Hormati Keistimewaan Yogya

Elvan Dany Sutrisno - detikNews
Jakarta - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berharap Presiden SBY memahami keistimewaan Yogyakarta. MPR minta Presiden memahami keinginan rakyat Yogyakarta agar Sultan langsung otomatis menjadi Gubernur DIY.

"Presiden harus punya kearifan dalam melihat aspirasi masyarakat Yogyakarta. Bagaimanapun Yogyakarta punya latar belakang sendiri yang karenanya mendapat keistimewaan dan dijamin konstitusi," ujar Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saifuddin, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (30/11/2011).

Lukman juga mengkritik pernyataan SBY yang menyinggung sistem monarki. Menurutnya, posisi Sultan sebagai Gubernur DIY tidak ada kaitannya dengan monarki kepemimpinan.

"Sebenarnya monarki itu lebih pada kultural bukan politik. Pemerintahan Yogyakarta itu sudah sama tata kelola pemerintahannya dengan republik ini," kritik Lukman.

Untuk itu menurut Lukman, sudah seharusnya SBY memberikan hak kepada Sultan Yogya agar langsung menjadi Gubernur DIY. Sebab, warga Yogyakarta tak mau diusik.

"Khusus penetapan Gubernur meurut saya apa yang berlangsung selama ini sudah memadai dan itu kehendak mayoritas kenapa hartus diusik," papar Lukman.

Lukman berharap Presiden SBY segera merilis RUU Keistimewaan Yogyakarta. Dengan demikian DPR dapat segera mengesahkan UU tersebut.

"Jadi RUU ini kan sudah lama sekali, sudah bertahun-tahun tidak tuntas. Menurut saya ada kearifan dipercepat agar tidak menimbulkan iritasi politik," tandasnya.
(van/gun)

RUU Keistimewaan Yogyakarta Syafii Maarif: Apa Presiden Itu Paham Sejarah?

Laurencius Simanjuntak - detikNews
Jakarta - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafii Maarif, tidak membenarkan atau menyalahkan sistem penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY seperti yang berlangsung selama ini. Namun, perlu diingat sistem penetapan itu ada karena sejarah.

"Saya tidak bilang benar atau tidak, tapi sejarah bilang begitu. Bung Karno memberikan hak itu, karena jasa kraton besar sekali untuk pemerintahan bangsa. Ini harus dipertimbangkan, ada masalah sejarah, ada masalah psikologis," ujar Syafii di sela-sela peringatan HUT ke-11 The Habibie Center, di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (30/11/2010).

Seperti diketahui, penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY dituangkan dalam perjanjian antara Sri Sultan Hamengku Bowono IX-Adipati Paku Alam VIII dengan Presiden RI Soekarno pada 5 September 1945. Hal itu yang kemudian menjadi bagian dari keistimewaan DIY sampai saat ini.

"Apa presiden itu paham sejarah?" kata Syafii yang juga kerap dipanggil Buya ini.

"Maksudnya Presiden SBY tidak paham sejarah?" tanya wartawan. "Ya wartawan yang nilai sendiri," ucap guru besar Universitas Negeri Yogyakarta ini.

Syafii menilai pernyataan Presiden SBY bahwa tidak boleh ada pemerintahan monarki, tidak tepat di tengah warga Yogya yang baru saja terkena bencana Merapi. Belum lagi, alasan presiden menyebut monarki juga dipertanyakan.

"Monarki gimana? Sultan itu hanya berkuasa di kraton. Sebagai kepala daerah dia tunduk pemerintah pusat. Monarkinya di mana? Iya ada faktor keturunan, tapi lihat unsurnya berapa persen," terang Syafii.

Sebelumnya, Presiden SBY mengungkapkan tidak mungkin Indonesia menerapkan sistem monarki, karena akan bertabrakan baik dengan konsitusi maupun nilai demokrasi.

Untuk itu pemerintah dalam penyusunan rancangan undang undang (RUU) tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) optimistis bisa menemukan satu kerangka yang bisa menghadirkan sistem nasional atau keutuhan NKRI dan keistimewaan Yogyakarta yang harus dihormati.

"Tidak mungkin ada sistem monarki yang bertabrakan baik dengan konstitusi maupun nilai demokrasi," kata Presiden SBY dalam rapat terbatas untuk mendengarkan laporan dan presentasi dari Mendagri tentang kemajuan dalam penyiapan empat RUU di Kantor Presiden Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat (26/11/2010).
(lrn/gun)

Keistimewaan DIY di Mata SBY

Selasa, 30/11/2010 06:29 WIB

Anwar Khumaini - detikNews
Jakarta - Jumat, 26 November 2010 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar rapat terbatas di Kantor Presiden. Agendanya, mendengarkan pemaparan dari Mendagri Gamawan Fauzi tentang perkembangan empat RUU yang akan segera dirampungkan oleh pemerintah, di antaranya RUU Keistimewaan DIY yang telah lama terbengkalai.

Niat baik pemerintah ini ternyata menimbulkan kontroversi saat Presiden mengungkapkan pandangannya mengenai RUU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam sambutannya di awal rapat, Presiden menyebut tidak mungkin sistem monarki dapat diterapkan di negara demokrasi seperti Indonesia.

"Tidak mungkin ada sistem monarki yang bertabrakan baik dengan konstitusi maupun nilai demokrasi," kata Presiden SBY. SBY lalu menjelaskan Indonesia adalah negara hukum dan demokrasi, sehingga nilai demokrasi tidak boleh diabaikan. Oleh karenanya terkait penggodokan RUU Keistimewaan DIY, pemerintah akan memprosesnya bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapatkan satu UU yang tepat.

Bukannya dapat apresiasi, justru pendapat Presiden ini malah menimbulkan kontroversi. Partai oposisi PDIP, melalui kadernya Ganjar Pranowo menyebut ungkapan Presiden ini adalah indikasi keinginan SBY untuk melaksanaan pilkada di DIY secara langsung, tidak seperti saat ini yang dilakukan penunjukan langsung kepada Sultan Yogyakarta.

"Kalau itu sikapnya (SBY) begitu, pasti dia menghendaki gubernur dipilih langsung. Maka keistimewaan Yogya selama ini akan diakhiri oleh SBY," kata Ganjar Pranowo saat dihubungi detikcom, Sabtu (27/11/2010).

Ganjar menjelaskan, penetapan Gubernur DIY seperti yang berlangsung sampai saat ini adalah bagian dari kekhususan dan keragaman daerah, sebagaimana tertulis dalam pasal 18A ayat 1 UUD 1945. Kekhususan dan keragaman ini juga yang melandasi diberlakukannya hukum syariah di Aceh, otonomi khusus Papua, dan ditunjuknya Walikota di Provinsi DKI Jakarta.

Mendapat sorotan, pernyataan SBY tersebut coba untuk dijelaskan oleh Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Vernando Wanggai. Menurut pria asli Papua ini, Presiden SBY menghargai keistimewaan DIY. Velix meminta bentuk keistimewaan DIY tidak dimaknai secara sempit pada rekrutmen kepala daerah saja.

"Karena itu, pernyataan Presiden SBY yang lalu perlu dimaknai sebagai upaya pengakuan dan penghormatan warisan tradisi, kekhususan, dan kebudayaan keraton dalam konteks demokrasi yang sedang kita konsolidasikan dewasa ini," jelas alumni UGM tersebut.

Kunci RUU Keistimewaan DIY ini menurut politisi Partai Golkar Priyo Budi Santoso sebenarnya ada di tangan pemerintah. Jika pemerintah telah final membuat draftnya, DPR pun akan menyambutnya sehingga akan segera disahkan menjadi UU.

"Sebenarnya kuncinya pada pemerintah. Pemerintah sebaiknya segera mengajukan draf RUU Keistimewaan DIY ke DPR," ujar Priyo yang juga asli Yogyakarta ini kemarin kepada detikcom.

Sementara keluarga Sultan Hamengkubuwono X bersuara pedas menanggapi pendapat Presiden SBY. Adik Sultan, GBPH Joyokusumo mempertanyakan pernyataan SBY. Penyataan SBY dinilai bisa menhancurkan kesatuan NKRI karena menafikan aspek historis.

"Dengan pernyataan yang tidak punya dasar sejarah, konstitusi, dan demokrasi itu, sadar atau tidak sadar, SBY mau menghancurkan NKRI," kata Joyokusumo melalui surat elektronik kepada wartawan, Senin kemarin.

Finalisasi isi draft RUU Keistimewaan DIY rencananya akan selesai pekan depan. Dalam finalisasi tersebut, termasuk juga akan dijelaskan bagaimana posisi Gubernur DIY, apakah dipilih lewat Pilkada atau tidak.

"Minggu depan akan kita putuskan, presiden sudah mendengarkan semua draftnya kemarin. Nanti akan dibahas di sidang kabinet yang lebih lengkap untuk mengambil keputusan, setelah itu langsung dikirimkan ke DPR," ujar Mendagri Gamawan Fauzi di sela-sela rapat kerja Partai Demokrat di Hotel Crowne, Sabtu (27/11/2010).

Publik kini menanti apakah drafT yang akan diselesaikan pemerintah minggu depan seirama dengan pernyataan SBY, atau mungkin justru mendukung sepenuhnya keistimewaan DIY yang salah satunya ditandai dengan penunjukan kepala daerah, bukan pemilihan kepala daerah.
(anw/mei)